Semarang, Jawa Tengah – Di jantung Kota Semarang, berdiri megah sebuah ikon arsitektur kolonial yang telah menjadi saksi bisu perkembangan transportasi kereta api di Indonesia, Lawang Sewu. Bangunan ini tidak hanya menjadi saksi bisu perkembangan perkeretaapian Indonesia, tetapi juga menjelma sebagai destinasi wisata yang penuh misteri dan daya tarik arsitektural. Gedung megah ini, yang berarti “Seribu Pintu” dalam bahasa Jawa, merupakan peninggalan zaman kolonial Belanda yang kini dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) melalui anak perusahaannya, PT Kereta Api Pariwisata.
Asal Usul dan Makna Nama
Lawang Sewu, yang secara harfiah berarti “seribu pintu” dalam bahasa Jawa, mendapatkan namanya dari karakteristik arsitekturnya yang memiliki banyak pintu besar. Meskipun sebenarnya hanya berjumlah 928 pintu, jumlah pintu dan jendela yang banyak ini menjadi ciri khas bangunan yang sengaja dirancang untuk sistem ventilasi alami.
Sejarah Lawang Sewu
Awalnya, Lawang Sewu berfungsi sebagai kantor pusat Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), perusahaan kereta api swasta Belanda yang beroperasi di Hindia Belanda. Pembangunannya dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907 untuk bangunan utama, sedangkan bangunan tambahannya rampung pada 1918. Dengan luas lahan mencapai 18.232 m², kompleks ini dirancang oleh arsitek Belanda, Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, bergaya art deco dan neo-gothic yang megah.
Selama masa pendudukan Jepang, Lawang Sewu sempat beralih fungsi menjadi penjara dan lokasi penyiksaan, meninggalkan kesan kelam yang kemudian melahirkan berbagai legenda mistis. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia sebelum akhirnya dialihfungsikan sebagai objek wisata sejarah. Perjalanan sejarah Lawang Sewu secara lengkap sebagai berikut:
- Era Kolonial Belanda (1907-1942)
- Awalnya berfungsi sebagai kantor pusat Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), perusahaan kereta api swasta Belanda
- Menjadi simbol kemajuan transportasi kolonial di Hindia Belanda
- Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)
- Beralih fungsi menjadi Kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang)
- Menjadi pusat pengelolaan transportasi selama Perang Dunia II
- Era Kemerdekaan (1945-sekarang)
- 1945: Kantor Eksploitasi Tengah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia)
- 1946: Markas tentara Belanda selama agresi militer
- 1949: Kantor Kodam IV Diponegoro pasca pengakuan kedaulatan
- 1994: Kembali ke PT Kereta Api Indonesia (Persero)
- 2009: Restorasi besar-besaran oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero)
- 2011: Diresmikan sebagai objek wisata sejarah dan budaya
Lawang Sewu sebagai Destinasi Wisata
Setelah mengalami pemugaran pada 2009-2011, Lawang Sewu resmi dibuka untuk umum sebagai objek wisata sejarah dan budaya. Gedung Lawang Sewu kini berfungsi sebagai museum yang menampilkan berbagai koleksi sejarah perkeretaapian di Indonesia. Pengunjung dapat melihat berbagai benda pameran seperti koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, mesin hitung, mesin tik, replika lokomotif uap, serta dokumen-dokumen berharga. Museum ini juga memamerkan dokumentasi proses pemugaran gedung melalui foto, video, dan material yang digunakan selama restorasi. Di area dekat pintu keluar, tersedia perpustakaan khusus yang menyimpan berbagai literatur tentang dunia perkeretaapian.
Selain itu, terdapat Immersive room yang menampilkan perjalanan sejarah perkeretaapian Indonesia, mulai dari era pembangunan hingga kemajuan teknologi modern. Kini, pengalaman semakin hidup berkat teknologi audio visual yang memanjakan indra penglihatan dan pendengaran pengunjung. Ruangan berbentuk persegi panjang ini menghadirkan pengalaman imersif melalui tayangan multimedia. Tak hanya canggih, wahana ini juga memadukan seni pop art yang ekspresif, menciptakan sensasi seperti masuk ke dalam dunia digital.
Lawang Sewu bukan sekadar bangunan tua, melainkan monumen hidup yang terus bercerita tentang perjalanan bangsa Indonesia. Dari masa kolonial hingga era modern, bangunan ini tetap berdiri kokoh sebagai simbol warisan budaya dan teknologi transportasi. Setiap kunjungan ke Lawang Sewu adalah perjalanan waktu yang mengedukasi sekaligus menghibur, mengajak kita untuk selalu menghargai sejarah sambil melangkah ke masa depan.
Credits : TindakPundi.id / Shafa Naziiha Mumtaz