SEMARANG, JAWA TENGAH – Jika berbicara tentang kuliner legendaris Kota Semarang, nama Soto Bangkong pasti menjadi salah satu yang pertama disebut. Berdiri sejak tahun 1948, Soto Bangkong tidak hanya menawarkan cita rasa otentik yang khas, tetapi juga sejarah panjang yang menjadikannya bagian penting dari identitas kuliner Semarang.
Drs.Suparyono, M.H., pemilik generasi kedua Soto Bangkong, menceritakan bagaimana usaha ini bermula dari usaha kecil-kecilan sang ayah. “Awalnya, soto ini dijual menggunakan pikulan dan dijual di sekitar Kantor Pos Semarang. Kalau jam 15.00 belum habis, beliau berjalan ke arah Mataram, di dekat Bioskop Gelora. Tahun 1950, kepala Kantor Pos meminta ayah saya untuk menetap berjualan di samping Kantor Pos,” kenang Suparyono.
Nama “Bangkong” sendiri tidak berasal dari pemilik, melainkan dari para konsumen yang menyebut soto tersebut sesuai lokasi tempat berjualannya. Dengan prinsip “senang dan cocok,” seperti yang diajarkan oleh orang tuanya, Suparyono berhasil mempertahankan dan mengembangkan usaha Soto Bangkong hingga kini.
Menurut Suparyono, rahasia dari keberlangsungan Soto Bangkong adalah menjaga konsistensi rasa. “Soto Bangkong bukan makanan cepat saji. Setiap proses pengolahan dilakukan dengan bumbu lokal yang sudah diracik secara tepat. Filosofi soto kami adalah sederhana, kekeluargaan, dan sabar,” ujarnya. Filosofi ini tercermin dari cita rasa kuah soto yang gurih namun tidak terlalu berat, dengan pelengkap berupa kecap dan garam yang disediakan agar konsumen bisa menyesuaikan rasa sesuai selera.
Pelayanan juga menjadi perhatian utama. Saran dari konsumen selalu dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. “Kami menjaga pelayanan dari segala sisi, mulai dari rasa, penyajian, hingga kenyamanan tempat,” tambahnya.
Dalam perjalanan panjangnya, Soto Bangkong telah mendapatkan berbagai penghargaan. Salah satunya adalah “Inspirator Rekor Makan Soto Semarang” untuk penyajian 4.478 mangkuk soto pada acara “Soto Vaganza” yang digelar bertepatan dengan HUT Kota Semarang ke-478. Selain itu, Soto Bangkong juga menerima penghargaan “Top The Legend Soto Khas Semarang” dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID).


Penghargaan ini menjadi motivasi bagi Suparyono untuk terus berinovasi. “Kami berharap di masa depan, Soto Bangkong bisa mencapai tingkat yang lebih tinggi, bahkan mungkin mendapatkan Michelin Star. Belum ada soto yang berhasil sampai ke sana, dan itu adalah impian kami,” katanya dengan optimis.
Tidak hanya pemilik, pelanggan setia juga memiliki cerita menarik tentang kecintaan mereka terhadap Soto Bangkong. Ibu Tri, pelanggan sejak lima tahun lalu, membagikan pengalamannya.
“Saya pertama kali mencoba Soto Bangkong karena diajak teman kantor. Setelah mencobanya, saya langsung jatuh cinta dengan rasanya. Kuahnya gurih tapi ringan, dan daging ayamnya empuk,” ujar Ibu Tri.
Selain rasa, Ibu Tri juga memuji konsistensi dan pelayanan yang diberikan. “Pelayanannya cepat meski sedang ramai. Stafnya ramah dan siap membantu. Saya sering mengajak teman atau keluarga ke sini, dan mereka selalu memberikan respon positif,” tambahnya.
Soto Bangkong kini tidak hanya menjadi ikon kuliner Semarang, tetapi juga telah membuka cabang di Jakarta. Meski demikian, pusat dari semua inovasi dan keaslian tetap berada di Semarang. Dengan moto “The Legend of Soto in Semarang,” Suparyono berharap Soto Bangkong terus menjadi kebanggaan kota ini.
“Kami ingin membawa Soto Bangkong lebih jauh lagi. Dari Semarang, untuk Indonesia, bahkan dunia,” tutup Suparyono dengan penuh semangat.
Dengan sejarah yang kaya, cita rasa yang terjaga, dan pelayanan yang bersahabat, Soto Bangkong pantas menyandang predikat legenda kuliner. Bagi Anda yang belum mencobanya, inilah saat yang tepat untuk menikmati kelezatan soto ayam yang telah melegenda di Semarang!
Credits : TindakPundi.id /