Semarang, Jawa Tengah – Menyambangi Pecinan Semarang ibarat singgah di jantung pertemuan sejarah dan budaya kaum Tionghoa. Terletak tidak jauh dari wilayah Kota Lama, kawasan Pecinan menempati wilayah Kauman, tepatnya di Kecamatan Semarang Tengah. Begitu menginjakkan kaki dari arah Jalan Gajah Mada, pengunjung akan disambut dengan kehadiran gapura megah bernuansa merah yang mengantarkan langkah mereka menuju deretan pusat pertokoan dan kuliner.
Jauh sebelum itu, keberadaan Pecinan Semarang tak bisa dilepaskan dari peristiwa kelam Geger Pecinan pada masa kolonial. Tragedi yang semula berawal di Batavia ini lantas menyebarkan kecemasan di kota-kota lain Demi menghindari meluasnya dampak pemberontakan dan memudahkan pengawasan, pemerintahan Belanda akhirnya memindahkan pemukiman masyarakat Tionghoa berkali-kali. Pemukiman terakhir di pusat kota inilah yang sekarang dikenal sebagai Pecinan Semarang.
Ada banyak cerita menarik yang tersimpan di sudut-sudut Pecinan Semarang. Jejak-jejak masa silam ini dapat ditelusuri melalui klenteng-klenteng yang telah menjdi saksi bisu perjalan masyarakat Tionghoa selama ratusan tahun. Bilamana bertandang ke kawasan, teradapat sejumlah kelenteng yang dapat menjadi destinasi wisata.
- Klenteng Tai Kek Sie
Klenteng yang acap kali disebut sebagai destinasi utama di Pecinan Semarang. Tak heran, Klenteng ini memang dikenal karena keindahannya, salah satunya dapat dilihat dari ornament sepasang naga yang mengapit Mutiara pada bagian atap utama. Mulanya didedikasikan untik pemujaan Dewi Kwam Im Po Sat, Dewi Welas Kasih, klenteng ini akhirnya berkembang lebih luas sebagai tetap pemujaan dewa-dewi dari aliran Tao dan Konfusianisme.
- Klenteng Siu Hok Bio
Di ujung Selatan Gang Baru yang menjual aneka bahan pokok, Klenteng Siu Hok Bio masih berdiri kokoh meski usianya sudah lebih dari 250 tahun – menjadikannya klenteng tertua di kawasan Pecinan Semarang. Pada 1753, klenteng ini didirikan secara bergotong royong oleh penduduk pecinan sebagai ungkapan syukur terhadap Dewa Bumi, Thouw Tee Kong. Dari sisi feng shui, lokasi klenteng yang berada di depan pertigaan (disebut juga lokasi “tusuk sate”) diyakini dapat menangkal energi jahat sehingga bisa membawa kedamaian bagi masyarakat sekitarnya.
- Klenteng Tan Seng Ong
Dibangun pada tahun 1814 oleh Tan Tiang Tjhing, mayor China pertama di Hindia Belanda, klenteng ini menjadi salah satu yang termegah di kawasan Pecinan Semarang. Klenteng Tan Seng Ong secaraa pribadi diperuntukkan bagi pemujaan marga Tan – di mana leluhur mereka, Tan Gwan Kong dipercayai merupakan pionir yang membangun peradaban mahsyur di wilayah Zhangzhou, China, sehingga diberkahi gelar dewa perang dan pembangunan. Pembangunan klenteng ini melibatkan material yang seluruhnya diimpor dari China, adapun kemegahan tersebut masih dipertahankan keasliannya hingga kini dengan sedikitnya bagian yang direnovasi.
- Klenteng Hoo Hok Bio
Klenteng Hoo Hok Bio merupakan klenteng kecil yang terletak di perempatan jalan Gang Cilk dan Gang Gambiran. Lokasinya yang berada dalam gang membuat klenteng ini tampak menyatu dengan pemukiman warga. Berdiri pada abad ke-18, klenteng ini secara utama didedikasikan untuk Dewa Hok Teng Ceng Sin, yang dikenal sebagai Dewa Bumi. Arsitektur Klenteng Hoo Hok Bio kian memanjakan mata dengan adanya lukisan yang menggambarkan naga dan harimau sebagai simbol keseimbangan unsur yin dan yang, serta lukisan dewa-dewi yang memperlihat makna kehidupan manusia melalui keturunan, kekayaan, dan usia panjang.
Di antara hiruk-pikuk kehidupan dan gemerlap lampion, kehadiran klenteng-klenteng ini bukan saja sekadar tempat ibadah, melainkan pengingat yang menautkan akar identitas masyarakat Tiongjoa melalui nyala sumbu-sumbu hio, lantunan doa kepada dewa-dewi, dan warisan leluhur yang terus dipelihara. Bagi wisatawan, mengunjungi klenteng ini tentunya dapat menjadi pengalaman berharga menapaki sejarah dan spiritualitas yang terus beriringan dengan arus modernisasi.
Credits : TindakPundi.Id / Haifa Furai’ah Chairania