Semarang, Jawa Tengah – Di tengah keramaian kota Semarang yang kian padat, Vihara Watugong tidak hanya berdiri sebagai simbol spiritual bagi umat Buddha, tetapi juga sebagai ruang terbuka yang menyambut semua orang. Vihara yang terletak di Jl. Perintis Kemerdekaan, Pudakpayung Kec. Banyumanik Kota Semarang ini telah menjadi titik temu antara keindahan arsitektur, nilai-nilai spiritual, dan semangat toleransi yang sejati.
Salah satu sudut paling mencolok adalah Pagoda Avalokitesvara, Pagoda ini menjulang megah dan memiliki struktur bertingkat dengan atap runcing yang mencerminkan gaya arsitektur Tionghoa yang anggun dan presisi. Tidak hanya menampilkan keindahan visual, Pagoda ini dirancang sebagai wujud dari Metta Karuna (cinta kasih) yang tak terbatas dari para Buddha kepada semua makhluk hidup.
Tak jauh dari Pagoda, pengunjung dapat menjumpai beberapa lokasi yang akan memperkaya pengalaman spiritual, yaitu Patung Buddha Parinibbana yang damai. Patung berwarna emas ini berbaring tenang di bawah dua pohon Sala kembar sebagai simbol Buddha yang telah mencapai akhir hidup secara sempurna.
Masih di kawasan Vihara, pengunjung akan menemukan sebuah pohon besar yang rindang, yakni Pohon Bodhi. Pohon Bodhi adalah salah satu pohon suci yang dalam ajaran Buddha diyakini sebagai lokasi Siddharta Gautama memperoleh pencerahan sempurna dan menjadi Buddha. Uniknya, pohon ini seringkali dipenuhi pita-pita merah dan pink yang tergantung di ranting-rantingnya. Setiap pita adalah harapan. Setiap pita adalah doa. Seorang pengunjung Muslim pada Sabtu, 10 Mei 2025 terlihat sedang membaca harapan dari para umat Buddha tersebut. Hal ini menunjukkan wajah toleransi yang sesungguhnya. Watugong menjadi ruang ibadah yang juga disebut sebagai ruang refleksi, serta arsitektur menjadi bahasa yang menyatukan.
Banyak pengunjung lokal non Buddha datang untuk sekedar mengagumi keindahan vihara ini. Salah satu sudut lainnya yang menarik adalah Plaza Borobudur, plataran berbentuk Mandala yang menyerupai struktur dasar dari Candi Borobudur. Tempat ini digunakan untuk upacara besar umat Buddha. Simbol keterbukaan dan penerimaan hadir bukan hanya lewat arsitektur, tetapi juga melalui interaksi antar individu disana.
Vihara Watugong tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah. Ini adalah ruang arsitektur yang merangkul perbedaan, mempersilahkan siapapun masuk tanpa penilaian, dan mengajak siapa saja merenungi hidup dalam damai. Dalam setiap bata, setiap pohon, dan setiap doa yang tergantung, kedamaian tidak mengenal batas keyakinan.
Credits : TindakPundi.id / Niswah Zakiyyatul Falakhiyah